Pada tanggal 20 Mei 2013, Kim Chang-ho berhasil mencapai puncak Everest, dan menjadi orang Korea ke-5 yang sukses mendaki 14 Puncak 8.000 meter, dan sebagai yang pertama naik tanpa oksigen tambahan.
Kim Chang-ho menjadi orang ke-31, dari 40 pendaki yang menyelesaikan 14 Puncak 8.000 meter, tercatat hanya 19 pendaki yang naik tanpa oksigen tambahan. Kim berhasil mencatat waktu (7 tahun 10 bulan), mengalahkan rekor Jerzy Kukuczka (7 tahun 11 bulan).
![]() |
Kim Chang-ho adalah salah satu yang menyelesaikan 14 Puncak 8.000 meter (Foto: EPA) |
Namanya kurang familiar di Barat, sampai akhirnya dia menarik perhatian dunia karena suatu alasan yang tidak diinginkan siapa pun. Jika kehidupannya seperti dongeng, kematiannya di Gunung Gurja Himal di Nepal, tak ubahnya seperti menjadi sebuah misteri bagi para para pendaki.
Kim adalah seorang pendaki teknis profesional, yang memenangkan Piolet d'Or (Oscar dunia pendakian) pada tahun 2012, atas pendakian Himjung 7.092 m, di Nepal. Pada 2017 ia menerima 'gelar terhormat' (setara dengan nominasi Oscar) untuk Piolet d'Or lain, karena mendaki rute baru Gangapurna 7.455 m.
Lebih menarik pendakiannya ke Everest tahun 2013, yang menjadi akhir dari Puncak 8.000 meternya, Kim memulai dari permukaan laut dan menuju ke lokasi camp tanpa kendaraan. Dan hal ini dia telah dilakukan beberapa kali. Pada tahun 1990 Tim Australia Macartney-Snape, juga mulai start dari Gangar Sagar di pantai Bengal, India, dan berjalan menuju Nepal, sebelum mendaki Everest dengan rute standarnya. Pada tahun 1996 Goran Kropp, tercatat bersepeda dari Swedia, enam bulan melintasi Asia Tengah, sebelum mendaki Everest dengan melalui rute standarnya.
Kim mencoba cara dari bibir pantai hingga mendaki Everest. Dia memulai dari Pulau Sagar, dekat Kolkuta, dan berkayak sejauh 156 km melalui Sungai Gangga, kemudian bersepeda sejauh 893 km melalui India utara menuju ke Tumlingtar, Nepal, kemudian berjalan kaki sejauh 162 km, sebelum akhirnya mendaki Everest dengan melalui rute normalnya.
![]() |
Dhaulagiri dari Bukit Poon. Gurja Himal ujung kiri(Foto : Manish Dangol / Wikimedia Commons) |
Gurja Himal 7.193 m, adalah puncak yang relatif tidak berbahaya di Dhaulagiri massif, masih terkait dengan Dhaulagiri VI 7.268 m, oleh punggungan yang berdampingan. Memang kalah tenar dengan nama Dhaulagiri VII, Dhaulagiri VIII atau bahkan Dhaulagiri IX.
Sebagian besar pengunjung ke Nepal belum pernah mendengarnya, meskipun banyak yang melihatnya dari kawasan Bukit Poon, di wilayah Annapurna tanpa pernah menyadarinya.
Punggungan barat pertama di daki oleh tim Jepang pada tahun 1969. Dan tecatat hanya 30 orang pendaki yang pernah mencapainya lagi sejak tahun 1996. Saat musim gugur Kim Chang-ho mencoba mendaki dengan rute baru di sisi selatan, dan dia beri nama Korea Way : One Korea.
BBC menyiarkan bahwa kesembilan anggota ekspedisi (lima Korea dan empat Nepal) tewas dalam badai di Gunung Gurja. The Himalayan Times melaporkan bahwa itu adalah tanah longsor, tetapi teori ini sanggah Annapurna Post mempublikasikan video 12 menit tentang penyelamatan helikopter di YouTube.
Operator ekspedisi membunyikan alarm bahaya setelah tidak mendapat kontak dari pendaki selama 24 jam, dan sebuah helikopter pun dikirim. Tim penyelamat menemukan kantong tidur tersebar dan terpisah di lereng gunung. Beberapa diantaranya terbaring di dasar sungai yang berserakan batu, sementara tubuh yang lain terbaring di padang rumput.
Silakan lihat video evakuasi : https://www.youtube.com/watch?v=d1UJXs7roFQ&feature=youtu.be
Tidak ada serpihan salju yang terlihat, hanya rumput dan batu-batu besar yang terisolasi, meskipun ada bongkahan es diatasnya.
Lokasi camp tidak terkubur, jadi bagaimana ini bisa terjadi? Spekulasi pun mulai bermunculan. Apakah tornado yang telah melemparkan tubuh mereka bermil-mil jauhnya? Mungkin seluruh perkemahan telah jatuh ke jurang. Tapi bagaimana caranya?
Salah satu penjelasan yang paling masuk akal adalah bahwa serac (bongkahan es besar) telah runtuh, dan peristiwa tersebut di duga telah menyebabkan angin besar menerpa lokasi camp mereka.
Salah satu peristiwa pernah terjadi di daerah Lembah Langtang. Desa Langtang hancur total akibat oleh longsoransetelah gempa bumi Nepal 2015. Tanah longsor itu begitu masif sehingga menimbulkan angin kencang menerjang lembah. Seluruh lereng bukit tertutup pepohonan tumbang. Persepsi tersebut dapat menjelaskan bagaimana ini terjadi.
Kita tidak akan pernah tahu pasti. Sejarah pendakian penuh dengan tragedi yang sulit dapat dijelaskan oleh nalar, apalagi ketika tidak ada yang selamat untuk menceritakan kisah tersebut.
Kim tetap menjadi legenda, bukan karena kematiannya yang aneh, tetapi kisah hidupannya yang luar biasa. Sembilan pendaki yang tewas dalam insiden di Gurja Himal ini masih misteri.
Bagaimanapun ekspedisi pendakian akan selalu berbahaya dengan cara yang tidak akan pernah di duga.
Diolah dari berbagai sumber
0 Comments:
Posting Komentar