"Everest dan K2 bukan olahraga yang sama", kata Chris Szymiec, di trailer untuk film K2. Butuh sepuluh ekspedisi besar tim Inggris dan Swiss antara 1921 - 1953 agar seseorang dapat berdiri di atas puncak Everest.
 |
Chris Szymiec |
Pada dekade tahun 1970-an, pendaki lebih berani mencoba gaya alpine. Dan tahun 1980 Reinhold Messner melakukan pendakian solo tanpa oksigen. Pada masa itu seseorang harus menjadi salah satu pendaki yang terbaik di negara-nya untuk dapat memiliki kesempatan ke naik Everest.
Dekade 1990-an mulai banyak bermunculan perusahaan operator petualangan untuk memandu para pendaki yang kurang berpengalaman. Tidak berarti itu akan mudah, tetapi dengan adanya operator berpengalaman, tentu sangat membantu bagi pendaki mencapai Everest.
Selain itu dukungan dari para Sherpa merupakan salah satu kontribusi terpenting. Sherpa bekerja keras membawa barang, mendirikan camp, memasang peralatan, dan juga menjaga rasa aman pendaki saat naik melewati berbagai hambatan teknis. Ramalan cuaca yang lebih modern dewasa ini juga sangat membantu. Pendaki hanya perlu menyiapkan kondisi fisik yang prima.
 |
Mt.Everest Base Camp |
Medan pendakian Everest lebih menguntungkan untuk kegiatan ekspedisi komersial. Sebagian besar lintasan medan hanya melalui salju curam dan batu. Resiko yang timbul lebih karena akibat dari penyempitan medan yang curam.
Hambatan teknis yang sulit seperti saat melintasi Northeast Ridge atau ceruk-es di Khumbu Icefall. Tapi hal itu telah dapat diatasi dengan tangga. Namun bagi seorang trekker yang kompeten dapat melewatinya dengan memakai kapak es dan crampon.
Sementara disisi lain K2 belum menjadi komersial seperti Everest. Operator disana hanya menyediakan logistik base camp. Selanjutnya untuk dapat mencapai puncak, semua tergantung pendaki sendiri.
Porter Karakoram Pakistan (dikenal sebagai HAP), dan lazim digunakan oleh beberapa team untuk memberikan dukungan. Tetapi tidak banyak dari porter di sana yang memiliki pengalaman mendalam tentang ekspedisi. Banyak "operator karakoram" hanyalah kumpulan individu yang berbagi izin, sementara pencapaian ke puncak K2 tetap membutuhkan kerja sama antar pendaki.
Cuaca di Karakoram, Pakistan juga sulit di prediksi dan jauh lebih parah daripada cuaca di Nepal, Himalaya. Ada tahun ketika pendaki tidak dapat cuaca cerah sama sekali. Rute pemanjatan K2 sangat berbahaya, dan seorang pendaki harus bisa membuat perhitungan yang baik.
Meskipun dengan persiapan yang lebih baik, namun K2 tetap lebih berbahaya. Inilah salah satu faktor yang membuat para perusahaan operator komersial kurang tertarik. Untuk mencapai puncak, seorang pendaki tidak cukup hanya tahu bagaimana menggunakan kapak es dan crampon. Pendaki K2 harus paham betul pemanjatan es dan batu, serta mampu melakukan pemanjatan cepat dengan beban berat.
 |
K2 Base Camp |
Terdapat banyak kesulitan pada rute Abruzzi, seperti "House's Chimney, Black Pyramid, Bottleneck Couloir and Traverse", yang tidak akan ditemukan di Everest. Yang pertama adalah gundukan batu vertikal setinggi 100 meter, dengan padang es curam antara camp 1 dan camp 2. Selanjutnya lereng salju dengan beberapa bagian vertikal curam.
Pendaki K2 akan melintas langsung di bawah serac besar, di mana itu sangat mudah longsor. Pada tahun 2008, terjadi tragedi yang banyak memakan korban jiwa. Peristiwa tersebut terjadi di atas camp 4, pada ketinggian kurang lebih sekitar 8.300 meter. Dimana hal tersebut merupakan gambaran rasa putus asa dari seorang pendaki yang kelelahan turun dari puncak.
Seperti apa yang dikatakan Mummery, K2 melewati tiga fase yang berbeda. Apakah suatu saat nanti K2 menjadi puncak komersial juga?
Diolah dari berbagai sumber
0 Comments:
Posting Komentar