Mengenang Sosok Norman Edwin dan Didiek Samsu

Norman Edwin dan Didiek Samsu, dikenal sebagai pionir pendakian tujuh puncak dunia di Indonesia, ditemukan meninggal hanya beberapa ratus meter dari puncak Aconcagua 6.962 m.dpl, Argentina, pada bulan April 1992.

Norman meninggal bersama Didiek Samsu, rekannya di Mapala Universitas Indonesia, saat mencoba menjejakkan kaki di puncak Aconcagua atau puncak kelima dari tujuh yang tertinggi di dunia. Jenazah Norman ditemukan di Canaleta pada ketinggian 6.600 meter atau sekitar 300 meter di atas jasad Didiek Samsu.

Saat itu, Mapala UI telah berhasil mencapai empat puncak lain, yaitu Carstensz Pyramid di Papua (4.884 m), Kilimanjaro di Tanzania, Afrika (5.892 m), Elbrus di Rusia (5.642 m), dan McKinley di Alaska, AS (6.194 m).

Selain Norman dan Didiek, ekspedisi pendakian ke Aconcagua dilakukan Mapala UI pada pertengahan Februari 1992 juga diikuti Rudy ”Becak” Nurcahyo, Mohammad Fayez, dan Dian Hapsari.

Berdasarkan kliping berita Kompas, kelima anggota ekspedisi Mapala UI ini telah mendaki pada 12-27 Februari 1992 melalui jalur Gletser Polandia ke arah Plaza Argentina, yang lebih sulit dibandingkan dengan rute normal. Namun, terjadi kecelakaan yang menimpa Fayez sehingga semuanya harus turun kembali.

Selain Fayez yang harus dirawat di rumah sakit, Norman dan Rudy juga harus diamputasi jari-jarinya dan menjalani perawatan karena terkena radang beku (frostbite). Setelah kejadian itu, Fayez dan Dian pulang ke Jakarta lebih dulu, Rudy masih dirawat di rumah sakit di Santiago, Cile.

Norman dan Didiek merencanakan pendakian ulang Aconcagua melalui rute normal pada 11-21 Maret 1992. Dalam pendakian ulang ini, musibah itu pun terjadi. Norman dan Didiek dipastikan meninggal di lokasi yang tidak jauh dari puncak Aconcagua setelah jasad mereka ditemukan otoritas setempat.

Didiek ditemukan pada akhir Maret oleh pendaki Argentina, yaitu Carlos Tenjerina, Miguel Sanchez, dan Raul Benegas, di dalam pondok di Refugio Independencia di ketinggian sekitar 6.400 mdpl.

Miguel Sanchez, mengaku bahwa saat itu ia menemukan tubuh Didiek yang sudah meninggal dalam posisi tertelungkup dengan tangan dan kaki kirinya tertutup salju. Di samping tubuh Didiek terdapat termos plastik yang tutupnya telah rusak.

Pencarian Norman dilanjutkan pihak militer Argentina. Setelah sempat terhambat badai, jenazah Norman akhirnya ditemukan pada awal April tidak jauh dari tempat jasad Didiek Samsu.

Begitu mendengar kabar ini, kalangan petualang di Indonesia berduka karena kehilangan dua insan terbaiknya. Pemakaman keduanya pun dihadiri pembesar saat itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan dan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Akbar Tandjung.

0 Comments:

Posting Komentar